The Power of Love: Kuretase yang Membahagiakan

IMG20180617111152Balada Trimester Pertama

Kehamilan adalah idaman setiap hubungan pernikahan, meskipun itu bukan tujuan utama. Begitu juga dengan kami, kebahagiaan terasa melengkapi bahtera rumah tangga jarak jauh kami, saat dokter menyatakan bahwa saya positif hamil. Ckckck…

Barakallah untuk suami saya, yang rela menghabiskan liburan kampusnya dan menemani saya selama dua bulan. Mengakuisisi seluruh pekerjaan rumah, karena saya tidak kuat mencium semua pekerjaan rumah tangga. Bau dapur huek, bau keringat huek, bau parfum huek, bau kulkas huek, bau kamar mandi huek. 😆 Makan ikan huek, padahal suami selalu bilang, “mau anaknya kayak Pak Habibie kan, ayok makan ikan, Pak habibie suka makan ikan, ibunya pas mengandung beliau juga makan ikan lho” teteup aja .. 😆😆✌ Makan vitamin saja harus diambilkan dari botolnya gegara tak tahan sama bau kapsulnya. Ohooo…

Ini adalah masa-masa terberat dari seluruh rangkaian proses kehamilan, kata jurnal-jurnal ilmiah. Bersamaan dengan itu, aktivitas kantor justru sedang berat-beratnya. Dengan keadaan hamil harus rela bolak balik pulau Halmahera-Ternate dengan Kapal selama kurang lebih 7-8 jam. Stress juga, karena khawatir kehamilan saya terganggu.

10 Minggu yang Mendebarkan

Orang bilang, morning sickness akan hilang mulai dari bulan ke empat. Tetapi, belum habis minggu ke sepuluh tiba-tiba morning sickness mereda. Lega lah saya, semacam anugerah besar bagi trimester pertama saya. Suatu hari saya memutuskan untuk periksa ke dokter, dan ternyata dokter sulit menemukan detak jantung calon baby saya. Upssstt.. Deg-degan bukan main. Tapi dokter di Pulau tidak memberikan advise apapun. Akhirnya, hari berikutnya saya dan suami memutuskan untuk pulang ke Rumah. Kami melakukan pemeriksaan di RS. dr Sardjito Yogyakarta. Hmm… Ternyata benar, usia kehamilan dan usia janin dalam usg tidak match. Tapi dokter masih memberikan saran baik, seminggu lagi harus dilakukan evaluasi.

Suami saya adalah tipe orang yang tidak suka menunggu, paginya kami mencari second opinion ke RS lain. Hari itu, kata-kata dokternya sangat indah dan membekas tajam di relung hati saya. Ceilah…

Sambil menggerakkan alat USG, dokter berkata “Aduh, iya ni, betul sekali ni..udah sepi..ndak ada suara di dalam..dedeknya sudah meninggal, ndakpapa ya..innalillahi wainnailaihi rojiuun..”

Ma syaa Allah, entah mengapa saat itu saya tidak ada perasaan sedih sedikitpun. Justru saya bahagia karena Allah memberikan saya anugerah tersebut. Saya selalu berusaha berpikir positif, seperti pesan suami. Bahwa semua ini adalah rizki. Malam itu, dokter minta saya langsung menjalankan operasi kuretase.

Syukur pada Allah, hari itu dokter menanyakan apakah saya punya BPJS. Saya punya, tetapi kartu tidak saya bawa, buku nikah juga tidak bawa. Aduh berasa orang hilang, perawatpun heran heuheu..maafkeun ya Mbak. Perawat di RS tersebut sangat sigap, mereka langsung menghubungi Pihak BPJS, dan semua bisa dihandle meskipun tidak ada kartu BPJS.

Cinta Membuat Segalanya Jadi Mudah dan Indah

Pagi-pagi sebelum saya berangkat ke RS Sakina Idaman untuk opnamae, saya berpikir bahwa saya sudah menjalankan jihad ke dua, wooww..heuheu. Remeh temeh memang, tapi saya yakin kalau saya bahagia dan menganggap ini sebagai jalan ibadah saya, pasti Allah akan memberikan banyak hadiah untuk saya. Meskipun orang lain bilang, janin kan belum jadi anak, dia belum bisa jadi penolong orang tua di akhirat. Saya berpikir lain, semua hal yang terjadi pada hidup kita, jika kita bersyukur dan ikhlas, itu akan menjadi tabungan amal di akhirat kok, in syaa Allah.. Wallahua’lam bishshawab… Saya tak lelah mengulang-ulang kata-kata itu.

Nah, hal itulah yang membuat saya bahagia menyambut kuretase. Padahal, sebelum proses kuretase, ada hal yang lebih menyakitkan (kata perawat) dari proses lahiran biasa, yakni proses dilatasi. Alhamdulillah, dilatasi berjalan dengan lancar, meskipun sakit, tapi saya menikmati, dan saya bersyukur. Semuanya dipermudah oleh Allah. Ma syaa Allah..

Kesabaran dan Ketelatenan Suami sangat Dibutuhkan

The power of love, Cinta mengalahkan rasa takut, cinta mengalahkan rasa sakit, cinta mengalahkan rasa lelah. Saat pendarahan, saya harus ditambah dengan infus dan oksigen. Akhirnya semua hal saya mintakan ke suami, mulai dari bolak balik beli gunting, beli pembalut, beli tisyu, beli nasi kucing, beli teh manis angkringan, dan harus pakai ojek online. Teteup ya, di RS udah disediakan makanan enak-enak, masih aja milih makan angkringan 😉😀😀😁😁. Heuheu...

Rasa saling mencintai tersebut yang membuat segalanya berjalan normal. Dilatasi ke dua sukses, semua jaringan berhasil diambil dari rahim saya dengan tangan. Setelah puasa 8 jam, kuretase akan segera dimulai. Saya dibawa ke ruang tindakan dengan kursi roda, ya kali.. padahal mah bisa jalan sendiri tapi nggak boleh sama mbak perawatnya…  macam orang sakit parah aja hehe. Kasian perawatnya menanggung berat badan saya😢😢🙏. Suami tak henti-hentinya bilang “semangat dan sabar ya sayang”, sambil elus-elus kepala. Auww..no offense yaa ..✌😉

Sebelum proses kuretase dimulai, dokter akan menyuntikkan anestesi ke tubuh saya. Saya heboh saat melihat jarum-jarum besar tersebut. Ternyata, kalau kita sudah diinfus, cairannya tinggal disuntikkan di lubang infus saja. Alhamdulillah, lolos lagi dari sesuatu yang mengerikan bernama jarum itu. Ckckckc…

Lima detik kemudian, tiba-tiba mata saya berat, kunang-kunang bertebaran. Setelah itu, dibangunkan, saya pikir saya bangun tidur setelah tidur dua hari. Eh ternyata itu kejadian pasca kuretase. Hmm..alhamdulillah, ternyata prosesnya begitu indah. Tidak ada yang menakutkan dan mengerikan. Justru semuanya sangat indah. Hmm… Kata suami, proses kuretase hanya sekitar 30 menit. Kepala masih pusing dan lemas sih, katanya terlalu banyak darah keluar. Tapi tenang, saya tau obatnya! Langsung deh suami izin pergi ke angkringan beli teh manis anget. Harus ya, teh manisnya yang itu. Padahal susternya sudah bawain masuk teh manis, suami bilang “ini tehnya buat saya ya Mba.” kikikikiw nggak penting banget. Setelah minum teh manis, byaarrrr…. Pandangan mata kembali normal, pindah deh ke kamar perawatan yang nyaman banget. Heuheu ..

Hari-hari dirawat di rumah sakit yang hanya berdua dengan suami saya, juga merupakan fase yang sangat manis dan membahagiakan, melebihi bulan madu di hotel bintang lima di Lombok. Maklumlah…buat pejuang LDR macam kita ini, pertemuan adalah kebahagiaan tiada tara… Kikikikikikiw.. So, teman-teman, kalau ada yang harus menjalankan proses kuretase, jangan takut ya, selama ada mamas suami, everything is gonna be okay.

Tempus: 19-22 Feb 2018, Locus: RS dr. Sardjito, RS Sakina Idaman Yogyakarta.

With Love,

Nyonya Syukron

 

Leave a comment